Rabu, 20 Juni 2012

Ana pikoana Sudharmadi part 2



“assalammualaikum”

            “walaikumsalam, eh neng geulis udah pulang? Gimana sekolahnya?”, Tanya bibi Rena.

            “baik bi, oia bibi tau anak kembar yang tinggal di depan gang itu ngga?”, Tanya ana memulai investigasi.

            “emhh, oh anaknya pak Ridwan ya?”,

            “wah, ngga tau bi anak siapa, pokonya rumahnya di depan gang itu”

            “ia, kalo yang di depan itu rumahnya pak Ridwan, anaknya teh namanya Galuh sama Galang, kalo ngga salah”

            “oh, nama lengkapnya siapa bi?”

            “emmh, kalo ngga salah Galuh Pratama Ridwan sama Galang Dwirja Ridwan”

            “oh”

            “oia, kenapa ana tanya soal mereka?”

            “hah? Ngga apa-apa kok bi, tadi ana ketemu di depan gang, terus ana baru tau kalo rumah mereka di situ”, jelas ana sedikit panik.

            “oh, yaudah masuk sana, ganti baju terus makan”

            “siap bi”, anak berlari masuk ke dalam.



J J J


Enam bulan telah berlalu, ulangan semester ganjilpun telah tiba. Semua anak kelas satu merasa tegang dan sedikit panik karena mereka baru pertama kali mengikuti ulangan umum. Saat ulangan umum mereka tidak duduk dengan teman sebangku mereka seperti biasa tapi tempat duduk mereka diacak, tapi bagi anak kelas satu hal itu sangat tidak biasa karena mereka akan merasa asing apabila di samping mereka terdapat seseorang yang berbeda dan tidak begitu dekat dengan mereka. Hal itu terjadi juga pada Ana Pikoana Sudarmadi. Ia datang ke sekolah lebih pagi dari biasanya, ia takut terlambat di hari pertamanya ulangan umum. Ia duduk di barisan paling depan di sebelah kiri dekat pintu, ia duduk di pojok, ia terdiam, ia cemas memikirkan seseorang yang akan duduk di sebelahnya. Saat ana sedang melamun membayangkan apabila salah satu dari si kembar nakal itu duduk di sebelahnya, tiba-tiba ke dua kembar itu datang, mereka masuk ke dalam kelas sambil tertawa-tawa, entah apa yang mereka tertawakan. Ana memperhatikan mereka berharap tidak satupun dari mereka duduk dengannya. Ternyata harapan ana terkabul ke dua kembar itu duduk di belakang dan benar-benar jauh dari tempat duduk ana. Saat Ana mengembalikan pandangannya kedepan, tiba-tiba datang seorang anak laki-laki yang terlihat sedang mencocokan nomer kartu ujiannya dengan nomer ujian yang ada di sebelah ana. Ia membawa sapu tangan dan ingusnya terlihat meler dari hidungnya.

“sroooot, sroooot”, viki mengeluarkan ingusnya.

“viki?”, raut wajah ana berubah ceria.

“eh, ana? Kamu duduk disitu?”, Tanya viki kaget.

“ia, ana duduk di sini”

“wah, berarti kita teh duduk sebangku yaa”

“ia”, ana tersenyum. Viki duduk di sebelah ana. Ana dan viki terlihat begitu akrab. Ana benar-benar senang bisa duduk dengan viki karena hanya dengan viki ana tidak merasa asing dan tidak merasa berbeda.

Saat ana dan viki sedang asik mengobrol, dari balik jendela terlihat a’asep yang sedang memperhatikan ana.

“cie, ana duduk sama viki”, asep menggoda ana dengan candaan manis anak SD. Ana hanya tersenyum malu dan terlihat sedikit marah.

“ih, apaan si a’asep, norak banget deh”, ana mengumpat sendiri.

“itu teh siapa ana?”, Tanya viki mencairkan suasana.

“oh, itu a’asep, sepupu nya ana, norak banget ya”

“oh, haha biarin aja atuh, kan Cuma bercanda”

“haha ia”, ana menggaruk kepala. Bagi ana candaan itu tidak biasa karena bagaimanapun ana merasa malu dan tidak tau harus berbuat apa, yang bisa ia lakukan adalah bersikap sebiasa mungkin walaupun semakin ia berusaha bersikap biasa semakin ia kelihatan aneh. Itu pasti akan menjadi pengalaman manis seorang ana pikoana.


J J J


       Ulangan umum semester ganjil telah usai. Hari libur panjang yang di tunggu anak-anak sekolah SD desa Cinangka pun tinggal menghitung hari. Pagi itu pagi yang cerah Ana tidak masuk sekolah karena hari itu hari pengambilan rapor semester ganjil. Ketika Ana sedang asik duduk di depan televisi sambil menikmati kue Serabi, yaitu makanan khas desa Cinangka. Tiba-tiba ibu datang menghampiri Ana dengan senyum di wajahnya, sepertinya Ibu ingin menyampaikan sesuatu.

            “eh anak mamah lagi apa sayang?”, Tanya ibu sambil mengangkat Ana ke pangkuannya.

            “mamah, Ana lagi nonton Doraemon”, menjawab ibu dengan mulut yang terisi penuh kue serabi.

            “emhh, makan dulu kuenya baru ngomong”, ibu membersikan mulut Ana yang belepotan kue serabi.

            “ia, maaah”

            “Ana mau ke Jakarta lagi ngga?”, ibu tersenyum. Ana berpikir sebentar, oh mungkin mamah mau ngajak Ana liburan di Jakarta, asiiiiiiik.

            “mau ngga?”, ibu mengulang kalimatnya.

            “mau mah”, Ana semangat.

            “oh yaudah nanti semester genap Ana sekolahnya di Jakarta karena rumah kita yang di Jakarta udah selesai”, ibu menyampaikan berita itu dengan sangat gembira. Ana hanya terdiam ia tidak tau harus berkata apa. Mungkin awalnya ia belum terbiasa berlama-lama di desa ini dan ia selalu merasa ingin pulang ke Jakarta tapi sekarang di saat Ana mulai menyukai desa ini dan orang-orang di sekitarnya Ana harus pindah ke Jakarta. Di satu sisi Ana senang bisa kembali ke Jakarta dan bertemu dengn teman-temannya kembali setelah 6 bulan ia tinggalkan tapi di sisi lain ana merasa berat untuk meninggalkan desa ini. Meninggalkan desa ini berarti ana harus meninggalkan Viki, Teh Nia, nenek, kakek, A Asep dan semua yang ada di desa itu.

            “Ana? Ana kok diem”, Tanya ibu heran.

            “kita beneran pindah mah?”, Ana mencoba meyakinkan berita itu.

            “ia dong sayang, tadi mamah abis terima telepon dari papa kamu, katanya nanti papa ngga usah repot pulang-pergi Jakarta-Cinangka lagi untuk nengokin kita karena kita sekeluarga udah bisa tinggal di Jakarta lagi”, ibu terlihat sangat senang.

            “oh gitu yaa mah, terus kita pindahnya kapan mah?”, Ana berharap masih banyak waktu yang tersisa untuk ia tinggal di sana dan mengucapkan selamat tinggal kepada teman-temannya.

            “minggu depan kita udah bisa pindah ko, satu minggu ini mamah harus ngurus surat kepindahan kamu dulu, kamu udah ngga sabar ya?”, Tanya ibu sambil tersenyum. Ana hanya tersenyum pasrah, sebenarnya ia ingin sekali tinggal lebih lama di sana tapi Ana tidak tau bagaimana cara menyampaikannya kepada ibu, Ana merasa tidak enak bila harus mengatakan sebenarnya ia tidak ingin pindah, sedangkan raut wajah ibu sudah berseri-seri seperti itu. Perasaan senang menjelang libur panjang pun hilang, sekarang Ana merasa tidak tahu ia harus bagaimana, senang atau sedih pun ia tidak tau, yang ia tau hanya sekarang ia sudah merasa nyaman di desa itu dan ia harus pergi dari sana, karena lingkungan lama yang tidak kalah menyenangkan pun sedang menantinya. Terkadang menjadi anak kecil itu tak semudah yang di pikirkan oleh orang dewasa padahal orang-orang yang dewasa itu pun pernah kecil tapi mereka melupakan beberapa hal indah dan rumit yang mereka alami pada saat mereka kecil sehingga mereka sulit memahami apa yang sedang di rasakan gadis kecil seperti Ana Pikoana ini.

            Ana masih bingung dengan perasaannya, ia duduk di sebuah batu besar di pinggir sungai, dari batu ana melihat ibunya sedang mencuci pakaian di sungai dan asik mengobrol dengan ibu-ibu, ada juga anak-anak seumurannya sedang asik bermain air dan berrenang-renang, biasanya pun Ana senang bermain air di sungai tapi sepertinya tidak untuk hari ini. Ia kembali melihat sekelilingnya dari atas batu, ia melihat hamparan sawah terbentang luas, semilir angin pun menghempaskan rambut Ana, ada banyak pohon pisang, dari kejauhan terlihat ada petani yang sedang membajak sawah dengan kerbaunya. Ana menengadahkan kepalanya ke atas angin semakin terasa hembusannya, begitu sejuk dan segar. Matahari bersinar dengan cerah, Ana sedang memikirkan apakah yang ia lihat di sini dapat ia lihat di Jakarta, apakah yang ia rasakan di sini dapat ia rasakan di Jakarta, apakah semua ketenangan ini dan semua teman-temannya yang ada di sini benar-benar harus ia tinggalkan, bagaimana bila Ana ingin bermain air di sungai, Apakah di Jakarta masih ada sungai yang bisa dipakai untuk bermain. Ana menundukan kepalanya. Ketika Ana sedang asik dengan pikiran-pikirannya teh Nia datang menepuk bahu Ana.

            “Ana!”, teh nia mengagetkan Ana.

            “eh si teteh”, ana tersenyum tanggung.

            “keur naon Ana?”

            “hehe ngeliatin sawah teh”

            “ngapain atuh ngeliatin sawah? Udah mandi belum?”, teh Nia mencoba berbahasa Indonesia dengan logat sundanya agar dapat dimengerti ana.

            “udah teh, ini lagi nungguin mamah nyuci baju”

            “oh, ana pan kita teh sebentar lagi liburnya, nanti kita bisa main sepuasnya”, teh Nia tersenyum gembira. Ana makin menunduk mendengar perkataan Teh Nia, baru saja ia ingin menyampaikan rencana kepindahannya, teh Nia sudah memperlihatkan wajah bahagianya, Ana semakin bingung.

            “heh Ana kamu teh ngga seneng?”

            “bukannya ngga seneng teh tapi …”, Ana sulit sekali untuk mengatakannya.

            “tapi kunaon?”

            “tapi… tapi Ana mau… mau..”, lidah Ana terasa kelu.

            “ih mau naon si?”, teh Nia penasaran. Ana menarik napas panjang kemudian menelan ludah.

            “ana mau pindah ke Jakarta teh”, ana berkata dengan cepat. Rasa yang mengganjal di dadanya pun mulai berkurang.

            “hah? Kenapa? Iraha?”, Tanya teh Nia cepat.

            “soalnya rumah Ana yang di Jakarta udah selesai jadi biar papa ngga repot pulang-pergi Jakarta-Cinangka buat nengokin Ana sama Mamah, kita berdua mau pindah ke Jakarta. Rencananya si minggu depan teh”, jelas Ana dengan sedikit lemas.

            “hah? Ko buru-buru pisan sih? Terus sekolah kamu kumaha?”

            “ya Ana pindah, jadi nanti semester dua Ana sekolah di Jakarta”

            “kenapa ngga nanti aja pindahnya kalo Ana udah naik kelas 2?”

            “Ana juga maunya gitu teh tapikan Ana ikut mamah aja”

            “yah nanti kita jarang ketemu dong tapi nanti Ana kalo libur sekolah sering-sering main ke sini ya, jangan sombong, nanti udah jadi orang Jakarta sombong lagi”, Teh Nia tersenyum.

            “ih ngga atuh teh, Ana janji kalo libur Ana pasti main ke sini”, kesedihan Ana seakan meluap tapi di sisi lain ia sudah sedikit lega karena Teh Nia sudah tau mengenai kepindahannya itu. Teh nia merupakan sepupu dari Ana, Teh nia sekarang duduk di kelas dua. Mereka berdua sangat akrab karena perbedaan umur mereka tidak terlau jauh.


J J J


            Satu minggu telah berlalu kepindahan Ana yang begitu memberatkan hatinya pun tiba. Malam itu Ana di jemput oleh Ayahnya.  Malam itu udara terasa lebih dingin suara jangkrik terdengar begitu nyaring di iringi suara kodok-kodok sawah dan tokek-tokek yang bersembunyi. Dada Ana terasa bergemuruh, matanya berkaca-kaca membendung air matanya yang ingin keluar, air matanya menetes, ia mengusapnya mencoba menyembunyikan kesedihan dari Ibu dan Ayah. Dari kejauhan terlihat seorang anak kecil yang bersembunyi di balik ibunya, sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu tapi ia malu atau mungkin sedih, Ana mecoba melihatnya memicingkan matanya sehingga berakomodasi maksimal. Ana mengusap matanya yang basah agar pengelihatannya menjadi lebih jelas, karena pada malam hari sinar lampu di desa itu tidak terlalu terang. Anak itu dan ibunya semakin mendekat. Teh Nia, ternyata itu Teh Nia, sepertinya ia tidak mau melihat Ana karena ia sembunyi di balik ibunya.

            “Nia ayo bilang dadah sama Ana, Ana kan mau ke Jakarta besok ngga bisa ketemu lagi, ayo ayo”, bujuk Ibunya. Ana hanya terdiam karena ia tahu tak semudah itu mengucapkan selamat jalan, bagi Ana lebih baik langsung pergi dari pada harus bertemu Teh Nia di saat ia ingin pergi karena rasanya berat sekali. Teh Nia merupakan teman pertama Ana di Desa Cinangka sebelum Ana mengenal Viki dan semua teman-temannya di Sekolah.

            “Nia, ayo”, ibunya membujuknya kembali. Teh Nia lari, ia masuk ke dalam rumah nenek, ia tidak mau mengatakan sepatah kata pun. Satu-satunya orang yang mengerti apa yang sedang di rasakan Nia adalah Ana. Ana tidak tahan melihat Teh Nia dan air matanya sudah tak bisa di bendung lagi, ia berbalik dan masuk ke mobil sambil mengusap air matanya yang menetes, ia takut tetesannya semakin banyak, ia takut tetesan air mata itu ketahuan oleh Ayah dan Ibu. Ana tidak mau membuat kedua orang tuanya cemas tapi Ana juga berat sekali bila harus meninggalkan Teh Nia, sepupunya sekaligus sahabatnya yang sangat baik itu. Ana tau pasti Teh Nia bukan tidak ingin mengucapkan selamat jalan kepada Ana tapi teh Nia hanya tidak sanggup untuk mengatakannya, bagi mereka kata-kata selamat jalan pada saat itu sangat menyedihkan karena mereka berpisah pada saat hari libur pertama Ana di Desa Cinangka. Hari yang dinanti-nanti kedua anak itu. Saat mereka berpisah keduanya sangat merasa kehilangan, dua orang anak yang bersahabat itu harus terpisah jauh karena orang tua mereka dan mereka harus menerima itu karena di dalam setiap pertemuan pasti ada perpisahan bahkan di setiap kehidupan pasti ada kematian.



J J J


            Sepuluh tahun kemudian


            Bruuuuk! Gadis belia bertubuh mungil itu membuang tubuhnya ke tempat tiur. Ia terlihat sangat lelah sekali. Wajar saja bila Ana merasa lelah karena ia sekarang adalah seorang remaja yang aktif dan memiliki banyak kegiatan. Ana memiliki 2 ekstrakulikuler dan aktif menjadi anggota OSIS di sekolahnya, hampir setiap hari ia pulang sekolah agak sore bahkan kadang hingga malam hari. Ada saja kegiatan yang ia kerjakan di sekolah, contohnya rapat OSIS untuk kegitan bakti social, latihan teater untuk pentas di sekolahnya dan kadang latihan karate hingga larut malam.

“ddrrrrrtttt”, hp ana bergetar.


Ana pikoana yaaa? Apa kabar?


“hih? Nomer siapa nih?”, ana bergumam sambil berpikir sebelum membalas sms itu.


Maaf ini siapa ya?

Ini Galang, masih inget ngga?

Galang? Galang mana ya?


Ana berfikir, sepertinya teman sekolahnya di SMA tidak ada yang bernama Galang, lalu ini galang mana ya? Ana berusaha mengingat seseorang yang bernama Galang tapi ia gagal, ia benar-benar merasa tidak memiliki teman bernama Galang.


Galang Dwirja Ridwan, temen SD kamu tea waktu di Cinangka, inget ngga?


“Galang Dwirja Ridwan? Siapa yaa? Aduh lupa, ngga inget sama sekali deh”, Mungkin saat itu Ana tidak bisa berpikir keras karena kelelahan.


Aduh maaf ya Ana lagi ngga bisa mikir nih haha, bisa sebutin ciri-ciri kamu ngga lang?

Aku anak kembar, aku teh adenya Galuh Pratama Ridwan, inget ngga?


“ooh, anak kembar rese itu”, umpat Ana dalam hati.


Oohh ia inget, kenapa lang sms Ana?

Ngga apa-apa Ana, aku kangen aja sama kamu


“gubrak! Ni orang kenapa yaa, deket sama gua aja ngga pernah, datang-datang sms bilang kangen, sumpah malesin banget iiiiihhhh”, sekali lagi ana mengumpat dalam hati.


Hah? Ngga salah? Kalo Ana pulang ke Cinangka aja Galang ngga pernah nyapa Ana, ko bisa kangen?

Bukannya ngga mau nyapa tapi kan kamu orang Jakarta takutnya kamu lupa sama aku


“heh? Apa coba? Alesan klasik, noraaaak bilang aja kalo sebelumnya dia emang ngga begitu suka sama Ana, sekarang aja Ana udah gedean sok kenal sok deket banget sama Ana, sumpah malesin banget nih orang”, umpat ana.


Yaelah, nggalaah kita kan teman SD, masa Ana lupa sih

Yaaa aku takut aja, ngga PD kalo mau nyapa kamu, abis kamu teh sekarang cantik hehe


“iiiihhh apaan nih? Gombal bener huueeeks”, Ana mulai kesal tapi ia tidak bisa mengeluarkan kekesalannya karena takut dianggap sombong oleh Galang.


Jiaaaaah, selow aja lang kalo sama Ana, nanti kalo Ana pulang maen aja ke rumah

Emang boleh?

Emang kenapa? Takut sama papa Ana? Haha

Ngga si, siapa yang takut, aku ngga enak aja sama kamu

Loh ngga enak kenapa? Selow aja kali

Oh, oke kalo gitu nanti kalo kamu pulang ke Cinangka, aku main ke rumah kamu deh, tapi jangan di usir yaaa hehe

Yaa nggalaaah, udah yaa lang Ana mau tidur

Oh ia Ana, met bobo yaa cantik hehe


“hueeeeeeeeeekks, sumpah males banget sih tuh Galang, norak abis, untung aja temen SD, kalo bukan Ana ngga mau bales smsnya, iiiiihh noraaaak, oia tapi si Galang dapet no Ana dari mana ya?”, Ana terus mengumpat dan kemudian berfikir. Saat Ana berfikir ia tertidur, ia mungkin kelelahan karena ia baru saja pulang sekolah. Malam itu Ana tertidur lelap tanpa memikirkan Galang Dwirja Ridwan sedikitpun.


J J J

            “anaaaaa!”, terdengar suara teriakan dari luar kamar Ana. Ana terkejut dan membuka matanya, kemudian ia melihat ke arah jam dinding di depannya.

            “astagaaaaaaa jam 06.10”, Ana bergegas ke luar kamar dan berlari ke kamar mandi dengan cepat hingga hampir menabrak Ibu.

            “Ana kamu libur?”, Tanya ibu polos.

            “aduuuuuh mamah, ngga, Ana masuk ini udah telat banget”, teriak Ana dari dalam kamar mandi. Hari itu Ana tidak mandi, ia hanya mencuci muka dan sikat gigi karena hari itu ia benar-benar kesiangan. Setelah selesai Ana langsung berlari ke kamarnya dan bergegas mengganti pakaiannya.

            “Ana Pikoanaaa kamu ngga mandi?”, Tanya Ibu terheran-heran melihat Ana sangat tergesa-gesa.

            “aaah ngga sempet mah, nanti gerbangnya keburu ditutup”, jawab Ana sekenanya. Ana merapikan bukunya, bergegas memasukanya kedalam tas.

            “emmhh ada yang ketinggalan ga yaa…. Emhh… oia handphone gua”, Ana mengambil hpnya yang berada di atas tempat tidur. Ia berlari ke luar melewati Ibu.

            “oia… mamah, jajan hehe”, ia menoleh ke belakang dengan wajah cengengesan.

            “nih, hati-hati ya Ana, kamu naik ojek aja biar ngga telat”, Ibu memberikan selembar uang 20 ribu dan selembar uang 5 ribu untuk ongkos naik ojek.

            “ia, mah”, Ana mencium tangan ibu kemudian dengan cepat ia berlari menuju pangkalan ojek yang tidak jauh dari rumahnya.

            “bang, ojek dong bang , SMA Cahaya Bangsa yaa bang”, Ana dengan cepat berbicara kepada tukang ojek yang sedang asik meminum kopinya.

            “ayo neng”, jawab tukang ojek itu karena tidak mau kehilangan penumpang. Di atas motor Ana membuka hpnya untuk melihat jam kemudian ia melihat ada pesan masuk. Ana membuka pesan itu penasaran.

            “siapa yaaa sms gua pagi-pagi, perasaan gua ngga punya pacar haha”, Ana bergumam dalam hati. Memang sudah 1 tahun sejak putus dengan Leon Ana belum mau berpacaran lagi, Ana menyibukan dirinya dengan berbagai keigiatan di sekolahnya, Ana sedang tidak mau memikirkan hal yang rumit dan dapat mengganggu sekolahnya, ia sedang ingin fokus dan ingin bebas, ia tidak mau masa remajanya hanya di isi dengan pacaran pacaran dan pacaran, Ana memang ingin punya pacar lagi tapi untuk kali ini ia tidak mencari dan tidak mau terlalu berharap, Ana ingin memiliki pacar yang bisa menjadi teman, sahabat sekaligus kaka, Ana tidak mau lagi pacaran dengan orang yang hanya membuatnya tidak belajar dan memikirkan satu orang yang belum tentu memikirkannya juga atau memikirkan masa depan Ana, jadi sekarang yang ada dalam pikiran Ana hanyalah orang tuanya, sekolah, organisasi, ekskul dan bermain dengan teman-temannya. Ana kemudian membuka pesan masuk itu.


            Galang Dwirja Ridwan 06.00

     Pagiiii caaantikk :D


“hah? Galang? Iiiiiiiihh ngapain si ni orang? Maleesin banget deh”, Ana mengumpat dalam hati.

“neng, udah nyampe neng”

“ehh, ia bang, berapa bang”, suara tukang ojek itu mengagetkan Ana.

“5 ribu aja neng buat penglaris haha”, jawab tukang ojek itu sambil terawa.

“yeee emang biasanya juga segitu bang”

“haha ia yaa neng”, jawab tukang ojek cengengesan.

“hyaaah yaudah bang makasih yaaaa”

“ia neng samasama”

            Ana bergegas masuk, ia sangat bersyukur ternyata pintu gerbang sekolahnya belum di tutup. Ia masuk kedalam kelas kemudian ia melihat jam dinding yang ada di kelas menunjukan pukul 06.29.

            “huhh 1 menit lagi, mati gua”, Ana bergumam sambil mengelus dadanya.

            Ana duduk di samping jendela di barisan keempat dari depan, itu adalah tempat duduk yang paling bagus dan strategis untuk siswa tukang tidur seperti Ana, Ana sangat suka sekali tidur saat pelajaran sejarah dan PKN(Pendidikan Kewarganegaraan). Untuk Ana saat kedua pelajaran itu sama dengan saatnya istirahat setelah pelajaraan-pelajaraan yang telah menguras otaknya seperti fisika, kimia dan matematika.

            “bogeeeeel”, teriak seseorang dari belakang. Ana memang sering di panggil bogel karena perawakannya yang kecil dan pendek.

            “yaaaaaa jenooong, kenapa?”, jawab Ana sekenanya. Jenong adalah panggilan khas dari Ana untuk teman sebangkunya Alisa. Alisa memiliki perawakan yang kecil sama seperti Ana namun ia sedikit lebih tinggi dari Ana yaa mungkin hanya beberapa centimeter, Alisa memiliki dahi yang lebar sehingga Ana selalu memanggilnya jenong, padahal Alisa sudah menutupi dahinya yang lebar itu dengan poni depan yang cukup rapi tapi bagi Ana poni itu tidak berpengaruh sama sekali dahi Alisa tetap saja jenong di mata Ana.

            “kirain gua, lu ngga masuk geeel, gua kan ngga mau duduk sendirian, nanti ngga ada temen tidur, mana hari ini ada sejarah”

            “hahah bilang aja kangen lu noooong sama gua, baru kemaren ketemu haha”

            “idih, males bangeeet, sana luu duduk sama Yona”, menujuk ke arah Yona. Yona adalah anak perempuan yang sangat tomboy di kelas Ana, Yona juga merupakan teman dekat Ana, walaupun terlihat agak sangar, Yona tetap seorang anak perempuan dan Yona merupakan anak yang asik.

            “iihh ogaaah ntar gua di grepe-grepe lagi haha liat aja mukanya udah mupeng gitu”, ana berbicara sambil melihat kearah Yona.

            “ohh si bogel minta gua grepe-grepe pagi-pagi haha”, yona beranjak dari tempat duduknya.

            “ahaha males banget, sono lu hushus”, ana langsung duduk di tempat duduknya.

            “siaaal, emang gua guguk apa? Haha”

            “emang bukan Yon?” Alisa meledek.

            “haha udah tobat lis”, jawab Yona sambil nyengir.

            Pagi itu suasana kelas Ana terlihat damai dan tentram mungkin karena hari itu tidak ada tugas yang harus mereka selesaikan.


J J J


            “bogeeeel, geseran”, yonaa memeluk ana dari samping dan duduk diantara Ana dan Alisa.        

            “iihhhh, yonyoooon sempit”, Alisa mengeluh.

            “laaaaaah? Yon ngapain lu? Emang udah istirahat?”, ana mengusap matanya. Kelas terlihat sepi hanya ada beberapa orang anak yang sedang asik ngobrol dan beberapa anak keluar kelas. Ana melihat ke jendela, di luar terlihat ramai, ada beberapa anak yang sedang asik berpacaran, ada yang sedang membaca buku, dan beberapa orang asik sendiri mengangguk-anggukan kepalanya dengan headset di telinganya. Ternyata memang benar telah jam istirahat.

            “udaaah geeeeel, molor mulu si lu berdua”

            “kaya lu ngga nyooon”, balas Ana.

            “geeel, usap-usap mau bobo”, yona manja.

            “hihi laler, yaudah sini tapi sambil makan yaa”

            “hihi ia”, yona nyengir. Ana mengusap-usap kepala Yona hingga Yona tertidur, kemudian ia mengambil bekal makanannya yang ada di kolong meja.

            “lis, ngga ke kantinkaan?”

            “ngga, gua bawa bekel”

            “bagus, gua juga, gua mau cerita nih”

            “apa? Masalah anak kuliahan itu?”, Alisa meledek. Mantan pacar Ana yang terakhir memang anak kuliahan dan mereka putus bukan karena ada orang ketiga atau keempat tapi karena Ana merasa risih karena si anak kuliahan itu terlalu baik bahkan hingga membuat ia takut.

            “ihih, bukaaan jenong”, Ana manyun.

            “yaudah apa say? Ceritalah”

            “masa yaa temen SD gua caper banget deh, padahal waktu dulu nih dia negor gua aja ngga pernah sama sekali, tadi pagi nong dia sms gua gini pagiii cantik, bete banget”

            “hahaha cie cimon(cinta monyet) geeeeel?”

            “cimon apaan? Maleees”

            “oia, emang dia dapet nomer lu dari mana?”

            “oia, dari mana yaaaa?”, Ana bingung.

            “dih oneng nih”

            “ahahaha ia nih ntar, gua Tanya”

            “yaudah, makan deh nanti keburu masuk”

            “ia”, ana mengangguk sambil tersenyum.


J J J


            Hari itu Ana senang sekali karena bisa pulang cepat, tidak ada rapat OSIS, tidak ada latiahan teater maupun karate.

            “bruuuuuuuuuk” Ana menjatuhkan tubuhnya ke kasur setelah mangganti seragamnya. Ana merebah tubuhnya ia sangat senang bila bisa pulang cepat seperti ini, sehingga ia memiliki waktu untuk sedikit bersantai-santai. Ana mengambil handphone dan headsetnya, ia memutar lagu owlcity-vanilla twilight. Ana menengarkan lagu itu sambil memejamkan matanya, rasanya saat itu tenang sekali walaupun sedikit sepi karena Ana tidak mempunyai seorang pacar yang selalu menanyakan kabarnya setiap hari, memperhatikannya dan lain-lain tapi Ana tetap menikmati hidupnya, saat ana akan memasuki dunia mimpi ia teringat akan sesuatu.

“Astagaaa, Galang Dwirja Ridwan, dia dapet nomer gua dari mana ya?”, ana dengan cepat membuka matanya. Ia mengambil handphonenya dan mulai mengetik sms.


Sorry lang baru bales tadi pagi ana sekolah, oia galang dapet nomer ana dari mana yaa?

Gpp ko ana, kamu jam segini baru pulang? Sore banget. kamu sendirikan yang ngasih ke Aku

Hah? Kapan?

Waktu kamu beli pulsa liburan kemarin, inget ngga?

Ia, ana inget, ana kasih nomer ana ke A’Asep waktu ana mau beli pulsa, terus apa hubungannya sama galang?

Ana tau A’Asep beli pulsanya dimana?

Ngga, emang kenapa?

A’Asep beli pulsa sama aku, waktu aku Tanya itu nomer siapa, terus dia bilang itu nomer kamu, yaudah langsung aku simpen

Oh pantesan aja haha

Ana …

Ya kenapa?

Kamu sadar ngga si kalo kamu teh cantik pisan, manis


“idih, apaan si galang? Kerjaan lu tuh cuma gombal doang kali ya? Norak!”, ana mengumpat dalam hati.


Hah? Ngga ah biasa aja haha

Ana …

Ya kenapa lagi?

Emhh, aku bingung bilangnya

Bingung kenapa? Bilang aja lang, kalo misalnya ada yang mau diomongin

Ana kamu mau jadi pacar aku ngga?


“apaan? Ini orang kenapa ya? Ngga ada apa-apa tiba-tiba nembak ana, ngga pake pendekatan dulu lagi,  ada rasa sama dia juga ngga”, gerutu Ana.


Hah? Bercanda aja nih si Galang haha

Aku ngga bercanda ana, aku serius, aku suka sama kamu, aku sayang sama kamu

Yaa tapi kitakan jauh lang, Ana di Jakarta, Galang di Cinangka, iya kan?

Ngga apa-apa ana, kita LDR(Long Distance in Relationship) aja


“yaampun ni orang udah ana tolak baik-baik juga, masih aja maksa”, Ana kesal.


Hah? LDR? Ngga mau ah, maaf ya lang

Yah tapi aku sayang banget sama kamu

Ia, tapi ana beneran ngga ada rasa sama sekali kalo untuk pacaran, ana harap galang ngerti

Kenapa sih? Ana malu punya pacar orang kampung?


“ya ampun ini orang kenapa jadi bikin kesel sih, kenapa jadi bawa-bawa RAS sih, dia ngga nyadar apa dari awal ana kenal dia juga ana udah ngga suka sama dia”, Ana kesal.


Hah? Ngga lang, bukan itu, ana emang ngga ada rasa sama galang kalo untuk pacaran

Oh, yaudahlah orang kota emang sombong-sombong


“huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuh”, Ana menghela nafas panjang.


Loh? Ana kan udah bilang, ana ngga ada rasa kalo untuk pacaran sama galang


Ana menunggu sms balasan dari Galang tapi sudah sekitar 1 jam Ana menunggu tidak ada satupun pesan masuk di inboxnya.

“ih dasar kampung! Norak! Kenapa jadi dia yang marah sama ana? Kalo sekarang ada yang marah harusnya Ana yang marah, Ana yang merasa terganggu dan risih sama sikapnya yang tiba-tiba dan seenaknya”, Ana kesal sendiri

.J J J

       Keesokan harinya, Ana berangkat ke sekolah lebih pagi dari biasanya. Ana tidak bisa tidur nyenyak Karena peristiwa Galang. Ia ingin segera bertemu dengan si jenong atau Alisa yang merupakan teman sebangkunya dan teman curhatnya. Ana berlari dari gerbang dan berjalan cepat di lorong sekolah. Ia bergegas menuju ke kelasnya walapun pada saat itu ia tidak terlambat, ketika ia sampai di depan pintu kelas, matanya langsung tertuju pada seorang gadis yang sedang tertidur di bangku belakang, wajah Ana terlihat sedikit senang dengan senyuman di wajahnya.

            “Jenooooooong!”, Ana berteriak dari depan kelas sambil berlari ke arah gadis itu, hingga gadis yang sedang tertidur itu mengangkat kepalanya.

“tumben gel, pagi-pagi udah datang”

“noong mau cerita”, Ana duduk di sebelah Alisa sambil menarik bajunya.

“yaudah ceritalaah”

“iiih tapi lu jangan tidur”

“ngga, gua dengerin nih”

“nong masa temen SD gua yang gua certain kemaren yang caper banget sama gua itu, semalem dia nembak gua”

“hah? Terus?”

“terus apa?”

“ih, lu terima apa ngga bogel?”

“nggalah, orang gua ngga ada rasa sama sekali sama dia”

“terus?”

“terus dia marah-marah nong, masa gua di bilang sombong, katanya orang kota emanh sombong-sombong ngga mau pacaran sama orang kampung”

“idih, ko gitu?”

“bete banget gua nong”

“udah sabar aja, orang kaya gitu ngga usah terlalu di anggap gel, nanti lu malah pusing sendiri”

“teeeeeeet teeeeeeeet” suara bel masuk berbunyi.

“ia, ya, yaudahlah terserah dia mau mandang gua gimana”

“yap, bener banget”, tambah Alisa santai sambil mengeluarkan buku.

“ett, gossip aja nih ibu-ibu udah masuk juga”, yona terbangun karena mendengar bel masuk.

“ssssstt, udah udah tidur lagi ya nyonnyooon”, teriak Ana yang berada disebelah Alisa.

“tau nih! Udah deh nyon tidur aja”, alisa menambahkan.

“hoaaam, berisik nih”

Ana dan Alisa saling berpandangan dan menggelengkan kepala saat melihat Yona kembali menenggelamkan wajahnya ke dalam jaket birunya dan tidur kembali.

            “hemhh dasar nyonnyon, untung pinter ya?”,  gumam ana

            “haha”, alisa tertawa.




J J J


                “huh, dasar kembar jelek, apa sih maunya mereka, ngga di cinangka ngga di Jakarta tetep aja rese”, ana mengumpat dalam hati, sambil membuang tasnya ke atas kasur dan merebahkan tubuhnya tanpa mengganti seragam. Hari itu memang hari yang sangat melelahkan bagi ana pikoana sudarmadi, hari itu ia ada kegiatan ekskul karate dan rapat OSIS hingga sore belum lagi ada sesuatu yang masih mengganggu pikiran ana, yaitu Galang Dwirja Ridwan. Seharian itu Galang Dwirja Ridwan menghantui pikiran ana, ana teringat kata-katanya yaitu “orang kota sombong-sombong”. Ana mungkin tidak suka pada Galang Dwirja Ridwan tapi ana juga tidak ingin bila dirinya dikatakan sombong karena Ana tetap mengganggap Galang sebagai temannya walaupun mereka memang tidak pernah dekat sejak SD, bahkan ana sudah menganggap galang dan galuh adalah anak nakal yang rese.

                “huaaa, pusing-pusing! Apa si maunya si galang, aduuuhh cerita sama siapa lagi yaaa”, ana berteriak sendiri di dalam kamarnya, ia kembali memikirkan masalah Galang Dwirja Ridwan.

                “oia, oia Tanya teh nia aja apa ya? Ia aaaah, handphone mana handphone”, ana berbicara sendiri sambil mencari handphonenya yang berada di bawah tasnya.

                Teh nia, teh nia

     Ya kenapa ana?

     Teh, tau galang dwirja ridwan kan?

     Ia, kenapa emangnya?

     Emhh, masa teh yaa, dia nembak ana, dia bilang dia suka sama ana

     Hah? Haha masa? Terus?

     Ih ko malah di ketawain 
     Ih terus gimana? Di terima ngga?

     Ih si teteh diterima gimana si teh ana deket juga ngga sama dia

     Haha kebiasaan tuh si galang

     Kebiasaan gimana?

     Ia dia mah gitu, siapa aja di ajakin pacaran ahaha

     Hah?

Ana kaget, ana tidak menyangka bahwa teh nia akan berkomentar seperti itu.

“dasar kembar jelek, rese, playboy lagi, ih untung ngga ana terima, pake bilang ana sombong segala lagi”, umpat ana dalam hati.

                Ia, ana tau ngga? Teh nia juga pernah ditembak sama dia

     What? Teh nia juga?

     Ia, dia bilang dia sayang sama teteh dan macem-macem deh

“oh, shit kembar kadal”, ana mengumpat untuk kesekian kalinya.

     Tapi teh, waktu ana bilang ana ngga bisa terima dia, dia malah bilang ana sombong gitu

     Haha udah ngga usah ditanggepin

     Oh gitu yaa teh, makasih ya teh

     Ia, sama-sama ana J

                “huaaaaaa, dasar kembar kadal, untung ana sms teh nia, kalo ngga ana bisa kepikiran si galang jelek itu terus, iiiiih”, ana merasa sangat kesal. Ia mengumpat sepanjang hari. Hingga tertidur karena kelelahan.

J J J


                Hari itu ana berangkat ke sekolah sangat pagi, ia berharap di sekolah ia bisa langsung bertemu Alisa dan menceritakan semuanya.

                “nyooon”, ana menggoyang-goyangkan tubuh Yona yang sedang tidur di barisan paling belakang.

                “hemhh”, yona hanya bergumam.

                “nyoon, ih bangun”, ana kembali mengganggu yona.

                “iiih, apaan si gel? Lagian tumben amat lu dateng pagi”, yona mengangkat kepalanya dan merebahkan tubuhnya ke sandaran kursi.

                “nyoon, jenong mana?”

                “mana gua tau gel, masa iya gua kantongin? Haduuhh”, yona menggelengkan kepala.

                “nyoon gua galau nih”, ana bersandar ke bahu yona.

                “ahaha gel, gel lu mah galau mulu”, yona mengusap-usap kepala ana.

                “huhh, dasar lu, lu ngga pernah jatuh cinta apa nyoon kalo ngga sakit hati gitu?”, Tanya ana sekenanya.

                “haha, udah pernah gel, kapok gua”

                “masa? Orang kaya lu? Jatuh cinta? Sakit hati? Are you sure?”, ana mengangkat kepalanya dari bahu yona.

                “gua juga manusia gel, punya hati”, yona kembali menenggelamkan wajahnya kedalam jaketnya.

                “nyooon cerita, seorang yona yang tomboy, tukang tidur dan tidak pernah galau ini pernah jatuh cinta dan sakit hati. Wow! Bangun nyoon!” ana kembali menggoyang-goyangkan tubuh yona.

                “iih, apaan si lu gel”, yona memalingkan wajahnya.

                “nyon, cerita dong, ana merangkul yona”

                “yaaa, intinya gua gini-gini juga tetep cewe gel, bisa sakit hati dan udah cukup gua sakit hati, gua sekarang males mikirin hal-hal yang Cuma buang-buang waktu gua dan Cuma buat gua kecewa”

                “sesakit itu nyooon?”

                “yaa, cukup sakit sampe gua males buat pacaran lagi untuk sekarang-sekarang ini”

‘Ternyata yona ngga sedingin yang gua kira yaaa, yona juga ternyata pernah sakit hati dan ternyata ada banyak orang yang punya masalah di sekitar gua tanpa gua sadari, hemhh ternyata dunia ini ngga semudah dan sesederhana yang biasa gua baca di novel yaa’, ana bergumam dalam hati.

                “pantesan lu pinter ya yon”, ana terpaku melihat yona.

                “haha kaya lu ngga aja gel, lu juga pinter monyong”, yona tertawa meledek ana.

                “ngga, gua serius yon, lu itu tidur mulu tapi nilai lu ngga pernah ancur kalo guakan harus usaha dulu biar nilai gua ngga ancur, sedangkan lu dengan tidur aja bisa dapet nilai B di rapor bahkan A kalo lu mau, that’s amazing! Nyon”

                “haha bisa aja lu gel”, yona hanya tertawa.

                “bogeeeeeeeeeee!”, teriak seseorang dari depan kelas.

                “jiaaahh yang bikin global warming dateng”, sahut yona sekenanya. Menurut mereka, ana dan yona. Kening Alisa dapatmenyebabkan global warming karena selain dapat menangkap sinar matahari dan memantulkannya, kening Alisa juga dapat menyimpan panasnya dan mengalirkan panasnya ke perut bumi sehingga mennyebakan kutub utara dan kutub selatan mencair, ya begitulah proses terjadinya global warming akibat kening manusia.

                “yee, ape lo yoon, udah kaya lesbi lagi lu berdua rangkul-rangkulan di belakang haha”, ledek Alisa puas.

                “woh? Haha geli gua nong, gila lu”, ana menarik tubuhnya.

                “ya lagian gua kalo lesbi juga milih-milih kali, masa ia gua mau sama orang bogel gini haha”, yona tertawa puas.

                “bisa-bisaaa haha”, Alisa ikut tertawa.

                “oke, mainnya fisik , ngga asik”, ana manyun.

                “cie ngambeek”, ledek yona.

                “oia nong, gua mau cerita nih, gua balik ke tempat duduk gua ya yon”, ana pamit pada yona. Yona menggangguk sambil tersenyum.

                “cerita apaan lagi?”, Tanya Alisa heran.

                “lu masih inget cerita gua yang kemaren?”

                “he’emh, trus?” Alisa mengangguk.

                “lu taukan teh nia, sepupu gua yang di Cinangka yang pernah gua certain”

                “yap, lanjut”

                “semalem gua sms dia nong, gua cerita kalo si galang nembak gua, and guess what her comment?”

                “apa?”, Alisa penasaran.

                “galang juga pernah nembak sepupu gua, teh  nia, padahal sebelumnya dia bilang dia sayang sama gua nong, gila ya iiih”

                “hah?”, Alisa melongo.

                “ngga habis pikirkan lu? Sama gua juga”

                “haha untung ngga lu terima gel”

                “nah itu dia haha, untungnya”

                “eh tapi kan liburan semester ini, lu balik ke cinangka kan?”

                “oia, aduhh males banget kalo nanti ketemu si kembar kadal itu”

                “haha sabar yaaa ogel sayang”, ledek Alisa.

                “yayayaya”, Ana termenung.