“assalammualaikum”
“walaikumsalam,
eh neng geulis udah pulang? Gimana sekolahnya?”, Tanya bibi Rena.
“baik
bi, oia bibi tau anak kembar yang tinggal di depan gang itu ngga?”, Tanya ana
memulai investigasi.
“emhh,
oh anaknya pak Ridwan ya?”,
“wah,
ngga tau bi anak siapa, pokonya rumahnya di depan gang itu”
“ia,
kalo yang di depan itu rumahnya pak Ridwan, anaknya teh namanya Galuh sama
Galang, kalo ngga salah”
“oh,
nama lengkapnya siapa bi?”
“emmh,
kalo ngga salah Galuh Pratama Ridwan sama Galang Dwirja Ridwan”
“oh”
“oia,
kenapa ana tanya soal mereka?”
“hah?
Ngga apa-apa kok bi, tadi ana ketemu di depan gang, terus ana baru tau kalo
rumah mereka di situ”, jelas ana sedikit panik.
“oh,
yaudah masuk sana, ganti baju terus makan”
“siap
bi”, anak berlari masuk ke dalam.
J J J
Enam bulan telah
berlalu, ulangan semester ganjilpun telah tiba. Semua anak kelas satu merasa
tegang dan sedikit panik karena mereka baru pertama kali mengikuti ulangan
umum. Saat ulangan umum mereka tidak duduk dengan teman sebangku mereka seperti
biasa tapi tempat duduk mereka diacak, tapi bagi anak kelas satu hal itu sangat
tidak biasa karena mereka akan merasa asing apabila di samping mereka terdapat
seseorang yang berbeda dan tidak begitu dekat dengan mereka. Hal itu terjadi
juga pada Ana Pikoana Sudarmadi. Ia datang ke sekolah lebih pagi dari biasanya,
ia takut terlambat di hari pertamanya ulangan umum. Ia duduk di barisan paling
depan di sebelah kiri dekat pintu, ia duduk di pojok, ia terdiam, ia cemas
memikirkan seseorang yang akan duduk di sebelahnya. Saat ana sedang melamun
membayangkan apabila salah satu dari si kembar nakal itu duduk di sebelahnya,
tiba-tiba ke dua kembar itu datang, mereka masuk ke dalam kelas sambil
tertawa-tawa, entah apa yang mereka tertawakan. Ana memperhatikan mereka
berharap tidak satupun dari mereka duduk dengannya. Ternyata harapan ana terkabul
ke dua kembar itu duduk di belakang dan benar-benar jauh dari tempat duduk ana.
Saat Ana mengembalikan pandangannya kedepan, tiba-tiba datang seorang anak
laki-laki yang terlihat sedang mencocokan nomer kartu ujiannya dengan nomer
ujian yang ada di sebelah ana. Ia membawa sapu tangan dan ingusnya terlihat
meler dari hidungnya.
“sroooot,
sroooot”, viki mengeluarkan ingusnya.
“viki?”, raut
wajah ana berubah ceria.
“eh, ana? Kamu
duduk disitu?”, Tanya viki kaget.
“ia, ana duduk di
sini”
“wah, berarti kita
teh duduk sebangku yaa”
“ia”, ana
tersenyum. Viki duduk di sebelah ana. Ana dan viki terlihat begitu akrab. Ana
benar-benar senang bisa duduk dengan viki karena hanya dengan viki ana tidak
merasa asing dan tidak merasa berbeda.
Saat ana dan viki
sedang asik mengobrol, dari balik jendela terlihat a’asep yang sedang
memperhatikan ana.
“cie, ana duduk
sama viki”, asep menggoda ana dengan candaan manis anak SD. Ana hanya tersenyum
malu dan terlihat sedikit marah.
“ih, apaan si
a’asep, norak banget deh”, ana mengumpat sendiri.
“itu teh siapa
ana?”, Tanya viki mencairkan suasana.
“oh, itu a’asep,
sepupu nya ana, norak banget ya”
“oh, haha biarin
aja atuh, kan Cuma bercanda”
“haha ia”, ana
menggaruk kepala. Bagi ana candaan itu tidak biasa karena bagaimanapun ana
merasa malu dan tidak tau harus berbuat apa, yang bisa ia lakukan adalah
bersikap sebiasa mungkin walaupun semakin ia berusaha bersikap biasa semakin ia
kelihatan aneh. Itu pasti akan menjadi pengalaman manis seorang ana pikoana.
J J J
Ulangan umum semester ganjil telah usai.
Hari libur panjang yang di tunggu anak-anak sekolah SD desa Cinangka pun
tinggal menghitung hari. Pagi itu pagi yang cerah Ana tidak masuk sekolah
karena hari itu hari pengambilan rapor semester ganjil. Ketika Ana sedang asik
duduk di depan televisi sambil menikmati kue Serabi, yaitu makanan khas desa
Cinangka. Tiba-tiba ibu datang menghampiri Ana dengan senyum di wajahnya,
sepertinya Ibu ingin menyampaikan sesuatu.
“eh
anak mamah lagi apa sayang?”, Tanya ibu sambil mengangkat Ana ke pangkuannya.
“mamah,
Ana lagi nonton Doraemon”, menjawab ibu dengan mulut yang terisi penuh kue
serabi.
“emhh,
makan dulu kuenya baru ngomong”, ibu membersikan mulut Ana yang belepotan kue
serabi.
“ia,
maaah”
“Ana
mau ke Jakarta lagi ngga?”, ibu tersenyum. Ana berpikir sebentar, oh
mungkin mamah mau ngajak Ana liburan di Jakarta, asiiiiiiik.
“mau
ngga?”, ibu mengulang kalimatnya.
“mau
mah”, Ana semangat.
“oh
yaudah nanti semester genap Ana sekolahnya di Jakarta karena rumah kita yang di
Jakarta udah selesai”, ibu menyampaikan berita itu dengan sangat gembira. Ana
hanya terdiam ia tidak tau harus berkata apa. Mungkin awalnya ia belum terbiasa
berlama-lama di desa ini dan ia selalu merasa ingin pulang ke Jakarta tapi
sekarang di saat Ana mulai menyukai desa ini dan orang-orang di sekitarnya Ana
harus pindah ke Jakarta. Di satu sisi Ana senang bisa kembali ke Jakarta dan
bertemu dengn teman-temannya kembali setelah 6 bulan ia tinggalkan tapi di sisi
lain ana merasa berat untuk meninggalkan desa ini. Meninggalkan desa ini
berarti ana harus meninggalkan Viki, Teh Nia, nenek, kakek, A Asep dan semua
yang ada di desa itu.
“Ana?
Ana kok diem”, Tanya ibu heran.
“kita
beneran pindah mah?”, Ana mencoba meyakinkan berita itu.
“ia
dong sayang, tadi mamah abis terima telepon dari papa kamu, katanya nanti papa
ngga usah repot pulang-pergi Jakarta-Cinangka lagi untuk nengokin kita karena
kita sekeluarga udah bisa tinggal di Jakarta lagi”, ibu terlihat sangat senang.
“oh
gitu yaa mah, terus kita pindahnya kapan mah?”, Ana berharap masih banyak waktu
yang tersisa untuk ia tinggal di sana dan mengucapkan selamat tinggal kepada
teman-temannya.
“minggu
depan kita udah bisa pindah ko, satu minggu ini mamah harus ngurus surat
kepindahan kamu dulu, kamu udah ngga sabar ya?”, Tanya ibu sambil tersenyum.
Ana hanya tersenyum pasrah, sebenarnya ia ingin sekali tinggal lebih lama di
sana tapi Ana tidak tau bagaimana cara menyampaikannya kepada ibu, Ana merasa
tidak enak bila harus mengatakan sebenarnya ia tidak ingin pindah, sedangkan
raut wajah ibu sudah berseri-seri seperti itu. Perasaan senang menjelang libur
panjang pun hilang, sekarang Ana merasa tidak tahu ia harus bagaimana, senang
atau sedih pun ia tidak tau, yang ia tau hanya sekarang ia sudah merasa nyaman
di desa itu dan ia harus pergi dari sana, karena lingkungan lama yang tidak
kalah menyenangkan pun sedang menantinya. Terkadang menjadi anak kecil itu tak
semudah yang di pikirkan oleh orang dewasa padahal orang-orang yang dewasa itu
pun pernah kecil tapi mereka melupakan beberapa hal indah dan rumit yang mereka
alami pada saat mereka kecil sehingga mereka sulit memahami apa yang sedang di
rasakan gadis kecil seperti Ana Pikoana ini.
Ana
masih bingung dengan perasaannya, ia duduk di sebuah batu besar di pinggir
sungai, dari batu ana melihat ibunya sedang mencuci pakaian di sungai dan asik
mengobrol dengan ibu-ibu, ada juga anak-anak seumurannya sedang asik bermain
air dan berrenang-renang, biasanya pun Ana senang bermain air di sungai tapi
sepertinya tidak untuk hari ini. Ia kembali melihat sekelilingnya dari atas batu,
ia melihat hamparan sawah terbentang luas, semilir angin pun menghempaskan
rambut Ana, ada banyak pohon pisang, dari kejauhan terlihat ada petani yang
sedang membajak sawah dengan kerbaunya. Ana menengadahkan kepalanya ke atas
angin semakin terasa hembusannya, begitu sejuk dan segar. Matahari bersinar
dengan cerah, Ana sedang memikirkan apakah yang ia lihat di sini dapat ia lihat
di Jakarta, apakah yang ia rasakan di sini dapat ia rasakan di Jakarta, apakah
semua ketenangan ini dan semua teman-temannya yang ada di sini benar-benar
harus ia tinggalkan, bagaimana bila Ana ingin bermain air di sungai, Apakah di
Jakarta masih ada sungai yang bisa dipakai untuk bermain. Ana menundukan
kepalanya. Ketika Ana sedang asik dengan pikiran-pikirannya teh Nia datang menepuk
bahu Ana.
“Ana!”,
teh nia mengagetkan Ana.
“eh
si teteh”, ana tersenyum tanggung.
“keur
naon Ana?”
“hehe
ngeliatin sawah teh”
“ngapain
atuh ngeliatin sawah? Udah mandi belum?”, teh Nia mencoba berbahasa Indonesia
dengan logat sundanya agar dapat dimengerti ana.
“udah
teh, ini lagi nungguin mamah nyuci baju”
“oh,
ana pan kita teh sebentar lagi liburnya, nanti kita bisa main sepuasnya”, teh
Nia tersenyum gembira. Ana makin menunduk mendengar perkataan Teh Nia, baru
saja ia ingin menyampaikan rencana kepindahannya, teh Nia sudah memperlihatkan
wajah bahagianya, Ana semakin bingung.
“heh
Ana kamu teh ngga seneng?”
“bukannya
ngga seneng teh tapi …”, Ana sulit sekali untuk mengatakannya.
“tapi
kunaon?”
“tapi…
tapi Ana mau… mau..”, lidah Ana terasa kelu.
“ih
mau naon si?”, teh Nia penasaran. Ana menarik napas panjang kemudian menelan
ludah.
“ana
mau pindah ke Jakarta teh”, ana berkata dengan cepat. Rasa yang mengganjal di
dadanya pun mulai berkurang.
“hah?
Kenapa? Iraha?”, Tanya teh Nia cepat.
“soalnya
rumah Ana yang di Jakarta udah selesai jadi biar papa ngga repot pulang-pergi
Jakarta-Cinangka buat nengokin Ana sama Mamah, kita berdua mau pindah ke
Jakarta. Rencananya si minggu depan teh”, jelas Ana dengan sedikit lemas.
“hah?
Ko buru-buru pisan sih? Terus sekolah kamu kumaha?”
“ya
Ana pindah, jadi nanti semester dua Ana sekolah di Jakarta”
“kenapa
ngga nanti aja pindahnya kalo Ana udah naik kelas 2?”
“Ana
juga maunya gitu teh tapikan Ana ikut mamah aja”
“yah
nanti kita jarang ketemu dong tapi nanti Ana kalo libur sekolah sering-sering
main ke sini ya, jangan sombong, nanti udah jadi orang Jakarta sombong lagi”,
Teh Nia tersenyum.
“ih
ngga atuh teh, Ana janji kalo libur Ana pasti main ke sini”, kesedihan Ana
seakan meluap tapi di sisi lain ia sudah sedikit lega karena Teh Nia sudah tau
mengenai kepindahannya itu. Teh nia merupakan sepupu dari Ana, Teh nia sekarang
duduk di kelas dua. Mereka berdua sangat akrab karena perbedaan umur mereka
tidak terlau jauh.
J J J
Satu
minggu telah berlalu kepindahan Ana yang begitu memberatkan hatinya pun tiba.
Malam itu Ana di jemput oleh Ayahnya. Malam itu udara terasa lebih
dingin suara jangkrik terdengar begitu nyaring di iringi suara kodok-kodok
sawah dan tokek-tokek yang bersembunyi. Dada Ana terasa bergemuruh, matanya
berkaca-kaca membendung air matanya yang ingin keluar, air matanya menetes, ia
mengusapnya mencoba menyembunyikan kesedihan dari Ibu dan Ayah. Dari kejauhan
terlihat seorang anak kecil yang bersembunyi di balik ibunya, sepertinya ia
ingin mengatakan sesuatu tapi ia malu atau mungkin sedih, Ana mecoba melihatnya
memicingkan matanya sehingga berakomodasi maksimal. Ana mengusap matanya yang
basah agar pengelihatannya menjadi lebih jelas, karena pada malam hari sinar
lampu di desa itu tidak terlalu terang. Anak itu dan ibunya semakin mendekat.
Teh Nia, ternyata itu Teh Nia, sepertinya ia tidak mau melihat Ana karena ia
sembunyi di balik ibunya.
“Nia
ayo bilang dadah sama Ana, Ana kan mau ke Jakarta besok ngga bisa ketemu lagi,
ayo ayo”, bujuk Ibunya. Ana hanya terdiam karena ia tahu tak semudah itu
mengucapkan selamat jalan, bagi Ana lebih baik langsung pergi dari pada harus
bertemu Teh Nia di saat ia ingin pergi karena rasanya berat sekali. Teh Nia
merupakan teman pertama Ana di Desa Cinangka sebelum Ana mengenal Viki dan
semua teman-temannya di Sekolah.
“Nia,
ayo”, ibunya membujuknya kembali. Teh Nia lari, ia masuk ke dalam rumah nenek,
ia tidak mau mengatakan sepatah kata pun. Satu-satunya orang yang mengerti apa
yang sedang di rasakan Nia adalah Ana. Ana tidak tahan melihat Teh Nia dan air
matanya sudah tak bisa di bendung lagi, ia berbalik dan masuk ke mobil sambil
mengusap air matanya yang menetes, ia takut tetesannya semakin banyak, ia takut
tetesan air mata itu ketahuan oleh Ayah dan Ibu. Ana tidak mau membuat kedua
orang tuanya cemas tapi Ana juga berat sekali bila harus meninggalkan Teh Nia,
sepupunya sekaligus sahabatnya yang sangat baik itu. Ana tau pasti Teh Nia
bukan tidak ingin mengucapkan selamat jalan kepada Ana tapi teh Nia hanya tidak
sanggup untuk mengatakannya, bagi mereka kata-kata selamat jalan pada saat itu
sangat menyedihkan karena mereka berpisah pada saat hari libur pertama Ana di
Desa Cinangka. Hari yang dinanti-nanti kedua anak itu. Saat mereka berpisah
keduanya sangat merasa kehilangan, dua orang anak yang bersahabat itu harus
terpisah jauh karena orang tua mereka dan mereka harus menerima itu karena di
dalam setiap pertemuan pasti ada perpisahan bahkan di setiap kehidupan pasti
ada kematian.
J J J
Sepuluh
tahun kemudian
Bruuuuk!
Gadis belia bertubuh mungil itu membuang tubuhnya ke tempat tiur. Ia terlihat
sangat lelah sekali. Wajar saja bila Ana merasa lelah karena ia sekarang adalah
seorang remaja yang aktif dan memiliki banyak kegiatan. Ana memiliki 2 ekstrakulikuler
dan aktif menjadi anggota OSIS di sekolahnya, hampir setiap hari ia pulang
sekolah agak sore bahkan kadang hingga malam hari. Ada saja kegiatan yang ia
kerjakan di sekolah, contohnya rapat OSIS untuk kegitan bakti social, latihan
teater untuk pentas di sekolahnya dan kadang latihan karate hingga larut malam.
“ddrrrrrtttt”, hp
ana bergetar.
Ana pikoana yaaa? Apa kabar?
“hih? Nomer siapa
nih?”, ana bergumam sambil berpikir sebelum membalas sms itu.
Maaf ini siapa ya?
Ini Galang, masih inget ngga?
Galang? Galang mana ya?
Ana berfikir,
sepertinya teman sekolahnya di SMA tidak ada yang bernama Galang, lalu ini
galang mana ya? Ana berusaha mengingat seseorang yang bernama Galang tapi ia
gagal, ia benar-benar merasa tidak memiliki teman bernama Galang.
Galang Dwirja Ridwan, temen SD kamu tea waktu di
Cinangka, inget ngga?
“Galang Dwirja
Ridwan? Siapa yaa? Aduh lupa, ngga inget sama sekali deh”, Mungkin saat itu Ana
tidak bisa berpikir keras karena kelelahan.
Aduh maaf ya Ana lagi ngga bisa mikir nih haha,
bisa sebutin ciri-ciri kamu ngga lang?
Aku anak kembar, aku teh adenya Galuh Pratama
Ridwan, inget ngga?
“ooh, anak kembar
rese itu”, umpat Ana dalam hati.
Oohh ia inget, kenapa lang sms Ana?
Ngga apa-apa Ana, aku kangen aja sama kamu
“gubrak! Ni orang
kenapa yaa, deket sama gua aja ngga pernah, datang-datang sms bilang kangen,
sumpah malesin banget iiiiihhhh”, sekali lagi ana mengumpat dalam hati.
Hah? Ngga salah? Kalo Ana pulang ke Cinangka aja
Galang ngga pernah nyapa Ana, ko bisa kangen?
Bukannya ngga mau nyapa tapi kan kamu orang
Jakarta takutnya kamu lupa sama aku
“heh? Apa coba?
Alesan klasik, noraaaak bilang aja kalo sebelumnya dia emang ngga begitu suka
sama Ana, sekarang aja Ana udah gedean sok kenal sok deket banget sama Ana,
sumpah malesin banget nih orang”, umpat ana.
Yaelah, nggalaah kita kan teman SD, masa Ana
lupa sih
Yaaa aku takut aja, ngga PD kalo mau nyapa kamu,
abis kamu teh sekarang cantik hehe
“iiiihhh apaan
nih? Gombal bener huueeeks”, Ana mulai kesal tapi ia tidak bisa mengeluarkan
kekesalannya karena takut dianggap sombong oleh Galang.
Jiaaaaah, selow aja lang kalo sama Ana, nanti
kalo Ana pulang maen aja ke rumah
Emang boleh?
Emang kenapa? Takut sama papa Ana? Haha
Ngga si, siapa yang takut, aku ngga enak aja sama
kamu
Loh ngga enak kenapa? Selow aja kali
Oh, oke kalo gitu nanti kalo kamu pulang ke
Cinangka, aku main ke rumah kamu deh, tapi jangan di usir yaaa hehe
Yaa nggalaaah, udah yaa lang Ana mau tidur
Oh ia Ana, met bobo yaa cantik hehe
“hueeeeeeeeeekks,
sumpah males banget sih tuh Galang, norak abis, untung aja temen SD, kalo bukan
Ana ngga mau bales smsnya, iiiiihh noraaaak, oia tapi si Galang dapet no Ana
dari mana ya?”, Ana terus mengumpat dan kemudian berfikir. Saat Ana berfikir ia
tertidur, ia mungkin kelelahan karena ia baru saja pulang sekolah. Malam itu
Ana tertidur lelap tanpa memikirkan Galang Dwirja Ridwan sedikitpun.
J J J
“anaaaaa!”,
terdengar suara teriakan dari luar kamar Ana. Ana terkejut dan membuka matanya,
kemudian ia melihat ke arah jam dinding di depannya.
“astagaaaaaaa
jam 06.10”, Ana bergegas ke luar kamar dan berlari ke kamar mandi dengan cepat
hingga hampir menabrak Ibu.
“Ana
kamu libur?”, Tanya ibu polos.
“aduuuuuh
mamah, ngga, Ana masuk ini udah telat banget”, teriak Ana dari dalam kamar
mandi. Hari itu Ana tidak mandi, ia hanya mencuci muka dan sikat gigi karena hari
itu ia benar-benar kesiangan. Setelah selesai Ana langsung berlari ke kamarnya
dan bergegas mengganti pakaiannya.
“Ana
Pikoanaaa kamu ngga mandi?”, Tanya Ibu terheran-heran melihat Ana sangat
tergesa-gesa.
“aaah
ngga sempet mah, nanti gerbangnya keburu ditutup”, jawab Ana sekenanya. Ana
merapikan bukunya, bergegas memasukanya kedalam tas.
“emmhh
ada yang ketinggalan ga yaa…. Emhh… oia handphone gua”, Ana mengambil hpnya
yang berada di atas tempat tidur. Ia berlari ke luar melewati Ibu.
“oia…
mamah, jajan hehe”, ia menoleh ke belakang dengan wajah cengengesan.
“nih,
hati-hati ya Ana, kamu naik ojek aja biar ngga telat”, Ibu memberikan selembar
uang 20 ribu dan selembar uang 5 ribu untuk ongkos naik ojek.
“ia,
mah”, Ana mencium tangan ibu kemudian dengan cepat ia berlari menuju pangkalan
ojek yang tidak jauh dari rumahnya.
“bang,
ojek dong bang , SMA Cahaya Bangsa yaa bang”, Ana dengan cepat berbicara kepada
tukang ojek yang sedang asik meminum kopinya.
“ayo
neng”, jawab tukang ojek itu karena tidak mau kehilangan penumpang. Di atas
motor Ana membuka hpnya untuk melihat jam kemudian ia melihat ada pesan masuk.
Ana membuka pesan itu penasaran.
“siapa
yaaa sms gua pagi-pagi, perasaan gua ngga punya pacar haha”, Ana bergumam dalam
hati. Memang sudah 1 tahun sejak putus dengan Leon Ana belum mau berpacaran
lagi, Ana menyibukan dirinya dengan berbagai keigiatan di sekolahnya, Ana
sedang tidak mau memikirkan hal yang rumit dan dapat mengganggu sekolahnya, ia
sedang ingin fokus dan ingin bebas, ia tidak mau masa remajanya hanya di isi
dengan pacaran pacaran dan pacaran, Ana memang ingin punya pacar lagi tapi
untuk kali ini ia tidak mencari dan tidak mau terlalu berharap, Ana ingin
memiliki pacar yang bisa menjadi teman, sahabat sekaligus kaka, Ana tidak mau
lagi pacaran dengan orang yang hanya membuatnya tidak belajar dan memikirkan
satu orang yang belum tentu memikirkannya juga atau memikirkan masa depan Ana,
jadi sekarang yang ada dalam pikiran Ana hanyalah orang tuanya, sekolah,
organisasi, ekskul dan bermain dengan teman-temannya. Ana kemudian membuka
pesan masuk itu.
Galang Dwirja Ridwan 06.00
Pagiiii caaantikk :D
“hah? Galang?
Iiiiiiiihh ngapain si ni orang? Maleesin banget deh”, Ana mengumpat dalam hati.
“neng, udah nyampe
neng”
“ehh, ia bang,
berapa bang”, suara tukang ojek itu mengagetkan Ana.
“5 ribu aja neng
buat penglaris haha”, jawab tukang ojek itu sambil terawa.
“yeee emang
biasanya juga segitu bang”
“haha ia yaa
neng”, jawab tukang ojek cengengesan.
“hyaaah yaudah
bang makasih yaaaa”
“ia neng samasama”
Ana
bergegas masuk, ia sangat bersyukur ternyata pintu gerbang sekolahnya belum di
tutup. Ia masuk kedalam kelas kemudian ia melihat jam dinding yang ada di kelas
menunjukan pukul 06.29.
“huhh
1 menit lagi, mati gua”, Ana bergumam sambil mengelus dadanya.
Ana
duduk di samping jendela di barisan keempat dari depan, itu adalah tempat duduk
yang paling bagus dan strategis untuk siswa tukang tidur seperti Ana, Ana
sangat suka sekali tidur saat pelajaran sejarah dan PKN(Pendidikan
Kewarganegaraan). Untuk Ana saat kedua pelajaran itu sama dengan saatnya
istirahat setelah pelajaraan-pelajaraan yang telah menguras otaknya seperti
fisika, kimia dan matematika.
“bogeeeeel”,
teriak seseorang dari belakang. Ana memang sering di panggil bogel karena
perawakannya yang kecil dan pendek.
“yaaaaaa
jenooong, kenapa?”, jawab Ana sekenanya. Jenong adalah panggilan khas dari Ana
untuk teman sebangkunya Alisa. Alisa memiliki perawakan yang kecil sama seperti
Ana namun ia sedikit lebih tinggi dari Ana yaa mungkin hanya beberapa
centimeter, Alisa memiliki dahi yang lebar sehingga Ana selalu memanggilnya
jenong, padahal Alisa sudah menutupi dahinya yang lebar itu dengan poni depan
yang cukup rapi tapi bagi Ana poni itu tidak berpengaruh sama sekali dahi Alisa
tetap saja jenong di mata Ana.
“kirain
gua, lu ngga masuk geeel, gua kan ngga mau duduk sendirian, nanti ngga ada
temen tidur, mana hari ini ada sejarah”
“hahah
bilang aja kangen lu noooong sama gua, baru kemaren ketemu haha”
“idih,
males bangeeet, sana luu duduk sama Yona”, menujuk ke arah Yona. Yona adalah
anak perempuan yang sangat tomboy di kelas Ana, Yona juga merupakan teman dekat
Ana, walaupun terlihat agak sangar, Yona tetap seorang anak perempuan dan Yona
merupakan anak yang asik.
“iihh
ogaaah ntar gua di grepe-grepe lagi haha liat aja mukanya udah mupeng gitu”,
ana berbicara sambil melihat kearah Yona.
“ohh
si bogel minta gua grepe-grepe pagi-pagi haha”, yona beranjak dari tempat
duduknya.
“ahaha
males banget, sono lu hushus”, ana langsung duduk di tempat duduknya.
“siaaal,
emang gua guguk apa? Haha”
“emang
bukan Yon?” Alisa meledek.
“haha
udah tobat lis”, jawab Yona sambil nyengir.
Pagi
itu suasana kelas Ana terlihat damai dan tentram mungkin karena hari itu tidak
ada tugas yang harus mereka selesaikan.
J J J
“bogeeeel,
geseran”, yonaa memeluk ana dari samping dan duduk diantara Ana dan
Alisa.
“iihhhh,
yonyoooon sempit”, Alisa mengeluh.
“laaaaaah?
Yon ngapain lu? Emang udah istirahat?”, ana mengusap matanya. Kelas terlihat
sepi hanya ada beberapa orang anak yang sedang asik ngobrol dan beberapa anak
keluar kelas. Ana melihat ke jendela, di luar terlihat ramai, ada beberapa anak
yang sedang asik berpacaran, ada yang sedang membaca buku, dan beberapa orang
asik sendiri mengangguk-anggukan kepalanya dengan headset di telinganya.
Ternyata memang benar telah jam istirahat.
“udaaah
geeeeel, molor mulu si lu berdua”
“kaya
lu ngga nyooon”, balas Ana.
“geeel,
usap-usap mau bobo”, yona manja.
“hihi
laler, yaudah sini tapi sambil makan yaa”
“hihi
ia”, yona nyengir. Ana mengusap-usap kepala Yona hingga Yona tertidur, kemudian
ia mengambil bekal makanannya yang ada di kolong meja.
“lis,
ngga ke kantinkaan?”
“ngga,
gua bawa bekel”
“bagus,
gua juga, gua mau cerita nih”
“apa?
Masalah anak kuliahan itu?”, Alisa meledek. Mantan pacar Ana yang terakhir
memang anak kuliahan dan mereka putus bukan karena ada orang ketiga atau
keempat tapi karena Ana merasa risih karena si anak kuliahan itu terlalu baik
bahkan hingga membuat ia takut.
“ihih,
bukaaan jenong”, Ana manyun.
“yaudah
apa say? Ceritalah”
“masa
yaa temen SD gua caper banget deh, padahal waktu dulu nih dia negor gua aja
ngga pernah sama sekali, tadi pagi nong dia sms gua gini pagiii cantik, bete
banget”
“hahaha
cie cimon(cinta monyet) geeeeel?”
“cimon
apaan? Maleees”
“oia,
emang dia dapet nomer lu dari mana?”
“oia,
dari mana yaaaa?”, Ana bingung.
“dih
oneng nih”
“ahahaha
ia nih ntar, gua Tanya”
“yaudah,
makan deh nanti keburu masuk”
“ia”,
ana mengangguk sambil tersenyum.
J J J
Hari
itu Ana senang sekali karena bisa pulang cepat, tidak ada rapat OSIS, tidak ada
latiahan teater maupun karate.
“bruuuuuuuuuk”
Ana menjatuhkan tubuhnya ke kasur setelah mangganti seragamnya. Ana merebah
tubuhnya ia sangat senang bila bisa pulang cepat seperti ini, sehingga ia
memiliki waktu untuk sedikit bersantai-santai. Ana mengambil handphone dan
headsetnya, ia memutar lagu owlcity-vanilla twilight. Ana menengarkan lagu itu
sambil memejamkan matanya, rasanya saat itu tenang sekali walaupun sedikit sepi
karena Ana tidak mempunyai seorang pacar yang selalu menanyakan kabarnya setiap
hari, memperhatikannya dan lain-lain tapi Ana tetap menikmati hidupnya, saat
ana akan memasuki dunia mimpi ia teringat akan sesuatu.
“Astagaaa,
Galang Dwirja Ridwan, dia dapet nomer gua dari mana ya?”, ana dengan cepat
membuka matanya. Ia mengambil handphonenya dan mulai mengetik sms.
Sorry lang baru bales tadi pagi
ana sekolah, oia galang dapet nomer ana dari mana yaa?
Gpp ko ana, kamu jam segini
baru pulang? Sore banget. kamu sendirikan yang ngasih ke Aku
Hah? Kapan?
Waktu kamu beli pulsa liburan kemarin, inget ngga?
Ia, ana inget, ana kasih nomer ana ke A’Asep waktu ana mau beli pulsa,
terus apa hubungannya sama galang?
Ana tau A’Asep beli pulsanya dimana?
Ngga, emang kenapa?
A’Asep beli pulsa sama aku, waktu aku Tanya itu nomer siapa, terus dia
bilang itu nomer kamu, yaudah langsung aku simpen
Oh pantesan aja haha
Ana …
Ya kenapa?
Kamu sadar ngga si kalo kamu teh cantik pisan, manis
“idih,
apaan si galang? Kerjaan lu tuh cuma gombal doang kali ya? Norak!”, ana mengumpat
dalam hati.
Hah? Ngga ah biasa aja haha
Ana …
Ya kenapa lagi?
Emhh, aku bingung bilangnya
Bingung kenapa? Bilang aja lang, kalo misalnya ada yang mau diomongin
Ana kamu mau jadi pacar aku ngga?
“apaan? Ini orang
kenapa ya? Ngga ada apa-apa tiba-tiba nembak ana, ngga pake pendekatan dulu
lagi, ada rasa sama dia juga ngga”, gerutu Ana.
Hah?
Bercanda aja nih si Galang haha
Aku ngga
bercanda ana, aku serius, aku suka sama kamu, aku sayang sama kamu
Yaa tapi
kitakan jauh lang, Ana di Jakarta, Galang di Cinangka, iya kan?
Ngga
apa-apa ana, kita LDR(Long Distance in Relationship) aja
“yaampun ni orang
udah ana tolak baik-baik juga, masih aja maksa”, Ana kesal.
Hah? LDR?
Ngga mau ah, maaf ya lang
Yah tapi
aku sayang banget sama kamu
Ia, tapi ana
beneran ngga ada rasa sama sekali kalo untuk pacaran, ana harap galang ngerti
Kenapa
sih? Ana malu punya pacar orang kampung?
“ya ampun ini
orang kenapa jadi bikin kesel sih, kenapa jadi bawa-bawa RAS sih, dia ngga
nyadar apa dari awal ana kenal dia juga ana udah ngga suka sama dia”, Ana kesal.
Hah? Ngga
lang, bukan itu, ana emang ngga ada rasa sama galang kalo untuk pacaran
Oh,
yaudahlah orang kota emang sombong-sombong
“huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuh”,
Ana menghela nafas panjang.
Loh? Ana kan
udah bilang, ana ngga ada rasa kalo untuk pacaran sama galang
Ana menunggu sms
balasan dari Galang tapi sudah sekitar 1 jam Ana menunggu tidak ada satupun
pesan masuk di inboxnya.
“ih dasar kampung!
Norak! Kenapa jadi dia yang marah sama ana? Kalo sekarang ada yang marah
harusnya Ana yang marah, Ana yang merasa terganggu dan risih sama sikapnya yang
tiba-tiba dan seenaknya”, Ana kesal sendiri
. J J J
Keesokan harinya, Ana berangkat ke sekolah
lebih pagi dari biasanya. Ana tidak bisa tidur nyenyak Karena peristiwa Galang.
Ia ingin segera bertemu dengan si jenong atau Alisa yang merupakan teman
sebangkunya dan teman curhatnya. Ana berlari dari gerbang dan berjalan cepat di
lorong sekolah. Ia bergegas menuju ke kelasnya walapun pada saat itu ia tidak
terlambat, ketika ia sampai di depan pintu kelas, matanya langsung tertuju pada
seorang gadis yang sedang tertidur di bangku belakang, wajah Ana terlihat sedikit
senang dengan senyuman di wajahnya.
“Jenooooooong!”,
Ana berteriak dari depan kelas sambil berlari ke arah gadis itu, hingga gadis
yang sedang tertidur itu mengangkat kepalanya.
“tumben
gel, pagi-pagi udah datang”
“noong
mau cerita”, Ana duduk di sebelah Alisa sambil menarik bajunya.
“yaudah
ceritalaah”
“iiih
tapi lu jangan tidur”
“ngga,
gua dengerin nih”
“nong
masa temen SD gua yang gua certain kemaren yang caper banget sama gua itu,
semalem dia nembak gua”
“hah?
Terus?”
“terus
apa?”
“ih,
lu terima apa ngga bogel?”
“nggalah,
orang gua ngga ada rasa sama sekali sama dia”
“terus?”
“terus
dia marah-marah nong, masa gua di bilang sombong, katanya orang kota emanh
sombong-sombong ngga mau pacaran sama orang kampung”
“idih,
ko gitu?”
“bete
banget gua nong”
“udah
sabar aja, orang kaya gitu ngga usah terlalu di anggap gel, nanti lu malah
pusing sendiri”
“teeeeeeet
teeeeeeeet” suara bel masuk berbunyi.
“ia,
ya, yaudahlah terserah dia mau mandang gua gimana”
“yap,
bener banget”, tambah Alisa santai sambil mengeluarkan buku.
“ett,
gossip aja nih ibu-ibu udah masuk juga”, yona terbangun karena mendengar bel
masuk.
“ssssstt,
udah udah tidur lagi ya nyonnyooon”, teriak Ana yang berada disebelah Alisa.
“tau
nih! Udah deh nyon tidur aja”, alisa menambahkan.
“hoaaam,
berisik nih”
Ana dan Alisa
saling berpandangan dan menggelengkan kepala saat melihat Yona kembali
menenggelamkan wajahnya ke dalam jaket birunya dan tidur kembali.
“hemhh
dasar nyonnyon, untung pinter ya?”, gumam ana
“haha”,
alisa tertawa.
J J J
“huh,
dasar kembar jelek, apa sih maunya mereka, ngga di cinangka ngga di Jakarta
tetep aja rese”, ana mengumpat dalam hati, sambil membuang tasnya ke atas kasur
dan merebahkan tubuhnya tanpa mengganti seragam. Hari itu memang hari yang
sangat melelahkan bagi ana pikoana sudarmadi, hari itu ia ada kegiatan ekskul
karate dan rapat OSIS hingga sore belum lagi ada sesuatu yang masih mengganggu
pikiran ana, yaitu Galang Dwirja Ridwan. Seharian itu Galang Dwirja Ridwan
menghantui pikiran ana, ana teringat kata-katanya yaitu “orang kota
sombong-sombong”. Ana mungkin tidak suka pada Galang Dwirja Ridwan tapi ana
juga tidak ingin bila dirinya dikatakan sombong karena Ana tetap mengganggap
Galang sebagai temannya walaupun mereka memang tidak pernah dekat sejak SD,
bahkan ana sudah menganggap galang dan galuh adalah anak nakal yang rese.
“huaaa,
pusing-pusing! Apa si maunya si galang, aduuuhh cerita sama siapa lagi yaaa”,
ana berteriak sendiri di dalam kamarnya, ia kembali memikirkan masalah Galang
Dwirja Ridwan.
“oia,
oia Tanya teh nia aja apa ya? Ia aaaah, handphone mana handphone”, ana
berbicara sendiri sambil mencari handphonenya yang berada di bawah tasnya.
Teh nia, teh nia
Ya
kenapa ana?
Teh,
tau galang dwirja ridwan kan?
Ia,
kenapa emangnya?
Emhh,
masa teh yaa, dia nembak ana, dia bilang dia suka sama ana
Hah?
Haha masa? Terus?
Ih ko
malah di ketawain
Ih
terus gimana? Di terima ngga?
Ih si
teteh diterima gimana si teh ana deket juga ngga sama dia
Haha
kebiasaan tuh si galang
Kebiasaan
gimana?
Ia
dia mah gitu, siapa aja di ajakin pacaran ahaha
Hah?
Ana kaget, ana
tidak menyangka bahwa teh nia akan berkomentar seperti itu.
“dasar
kembar jelek, rese, playboy lagi, ih untung ngga ana terima, pake bilang ana
sombong segala lagi”, umpat ana dalam hati.
Ia, ana tau ngga? Teh nia juga pernah ditembak sama
dia
What?
Teh nia juga?
Ia,
dia bilang dia sayang sama teteh dan macem-macem deh
“oh,
shit kembar kadal”, ana mengumpat untuk kesekian kalinya.
Tapi teh, waktu ana
bilang ana ngga bisa terima dia, dia malah bilang ana sombong gitu
Haha
udah ngga usah ditanggepin
Oh
gitu yaa teh, makasih ya teh
Ia,
sama-sama ana J
“huaaaaaa,
dasar kembar kadal, untung ana sms teh nia, kalo ngga ana bisa kepikiran si
galang jelek itu terus, iiiiih”, ana merasa sangat kesal. Ia mengumpat sepanjang
hari. Hingga tertidur karena kelelahan.
J J J
Hari
itu ana berangkat ke sekolah sangat pagi, ia berharap di sekolah ia bisa
langsung bertemu Alisa dan menceritakan semuanya.
“nyooon”,
ana menggoyang-goyangkan tubuh Yona yang sedang tidur di barisan paling
belakang.
“hemhh”,
yona hanya bergumam.
“nyoon,
ih bangun”, ana kembali mengganggu yona.
“iiih,
apaan si gel? Lagian tumben amat lu dateng pagi”, yona mengangkat kepalanya dan
merebahkan tubuhnya ke sandaran kursi.
“nyoon,
jenong mana?”
“mana
gua tau gel, masa iya gua kantongin? Haduuhh”, yona menggelengkan kepala.
“nyoon
gua galau nih”, ana bersandar ke bahu yona.
“ahaha
gel, gel lu mah galau mulu”, yona mengusap-usap kepala ana.
“huhh,
dasar lu, lu ngga pernah jatuh cinta apa nyoon kalo ngga sakit hati gitu?”,
Tanya ana sekenanya.
“haha,
udah pernah gel, kapok gua”
“masa?
Orang kaya lu? Jatuh cinta? Sakit hati? Are you sure?”, ana mengangkat
kepalanya dari bahu yona.
“gua
juga manusia gel, punya hati”, yona kembali menenggelamkan wajahnya kedalam
jaketnya.
“nyooon
cerita, seorang yona yang tomboy, tukang tidur dan tidak pernah galau ini
pernah jatuh cinta dan sakit hati. Wow! Bangun nyoon!” ana kembali
menggoyang-goyangkan tubuh yona.
“iih,
apaan si lu gel”, yona memalingkan wajahnya.
“nyon,
cerita dong, ana merangkul yona”
“yaaa,
intinya gua gini-gini juga tetep cewe gel, bisa sakit hati dan udah cukup gua
sakit hati, gua sekarang males mikirin hal-hal yang Cuma buang-buang waktu gua
dan Cuma buat gua kecewa”
“sesakit
itu nyooon?”
“yaa,
cukup sakit sampe gua males buat pacaran lagi untuk sekarang-sekarang ini”
‘Ternyata yona ngga sedingin yang gua kira
yaaa, yona juga ternyata pernah sakit hati dan ternyata ada banyak orang yang
punya masalah di sekitar gua tanpa gua sadari, hemhh ternyata dunia ini ngga semudah
dan sesederhana yang biasa gua baca di novel yaa’, ana bergumam dalam hati.
“pantesan
lu pinter ya yon”, ana terpaku melihat yona.
“haha
kaya lu ngga aja gel, lu juga pinter monyong”, yona tertawa meledek ana.
“ngga,
gua serius yon, lu itu tidur mulu tapi nilai lu ngga pernah ancur kalo guakan
harus usaha dulu biar nilai gua ngga ancur, sedangkan lu dengan tidur aja bisa
dapet nilai B di rapor bahkan A kalo lu mau, that’s amazing! Nyon”
“haha
bisa aja lu gel”, yona hanya tertawa.
“bogeeeeeeeeeee!”,
teriak seseorang dari depan kelas.
“jiaaahh
yang bikin global warming dateng”, sahut yona sekenanya. Menurut mereka, ana
dan yona. Kening Alisa dapatmenyebabkan global warming karena selain dapat
menangkap sinar matahari dan memantulkannya, kening Alisa juga dapat menyimpan
panasnya dan mengalirkan panasnya ke perut bumi sehingga mennyebakan kutub
utara dan kutub selatan mencair, ya begitulah proses terjadinya global warming
akibat kening manusia.
“yee,
ape lo yoon, udah kaya lesbi lagi lu berdua rangkul-rangkulan di belakang
haha”, ledek Alisa puas.
“woh?
Haha geli gua nong, gila lu”, ana menarik tubuhnya.
“ya
lagian gua kalo lesbi juga milih-milih kali, masa ia gua mau sama orang bogel
gini haha”, yona tertawa puas.
“bisa-bisaaa
haha”, Alisa ikut tertawa.
“oke,
mainnya fisik , ngga asik”, ana manyun.
“cie
ngambeek”, ledek yona.
“oia
nong, gua mau cerita nih, gua balik ke tempat duduk gua ya yon”, ana pamit pada
yona. Yona menggangguk sambil tersenyum.
“cerita
apaan lagi?”, Tanya Alisa heran.
“lu
masih inget cerita gua yang kemaren?”
“he’emh,
trus?” Alisa mengangguk.
“lu
taukan teh nia, sepupu gua yang di Cinangka yang pernah gua certain”
“yap,
lanjut”
“semalem
gua sms dia nong, gua cerita kalo si galang nembak gua, and guess what her
comment?”
“apa?”,
Alisa penasaran.
“galang
juga pernah nembak sepupu gua, teh nia, padahal sebelumnya dia
bilang dia sayang sama gua nong, gila ya iiih”
“hah?”,
Alisa melongo.
“ngga
habis pikirkan lu? Sama gua juga”
“haha
untung ngga lu terima gel”
“nah
itu dia haha, untungnya”
“eh
tapi kan liburan semester ini, lu balik ke cinangka kan?”
“oia,
aduhh males banget kalo nanti ketemu si kembar kadal itu”
“haha
sabar yaaa ogel sayang”, ledek Alisa.
“yayayaya”,
Ana termenung.